Resep dari momentum
Alias resep dari kebetulan
Pada dasarnya, saya gak punya selera yang cukup baik untuk menentukan resep minuman cokelat yang mboys itu gimana. Tapi karena saya yang bertugas untuk riset minuman cokelat, maka mau tidak mau saya harus putar dengkul 11°.
Hmmm putar dengkul 11° 🤔
Iya gaes, saya harus cari cara agar dapat merealisasikan apa yang di-cita2-kan Gendis untuk menjadi minuman optimal. Yang jelas, pasti ada solusi di balik masalah. 🔥
Kenapa harus 11° sih 🫠
Jajan terus
Ini kondisi dengkul baru diputar 1° ya gaes. Pelan2, gak boleh buru2 🙃
Sebelum masuk ke kemiringan 11°, ada kemungkinan 10 kemiringan. Artinya, jangan sia2kan 10 kemungkinan tersebut. Nah, jajan terus merupakan cara untuk kalibrasi lidah paling mudah 🤣
Canda mulu 🙄
Gimana sih 🫠. Kalau kita baru coba 1 minuman, mana bisa disimpulkan enak atau tidak? Kalau sudah coba 2 minuman, itu pun belum tentu cukup, karena masih ada kemungkinan ketiga dst.
Iya juga yak 🤔
Seiring bertambahnya pengalaman lidah ini merasakan berbagai macam minuman cokelat, keberhasilan kalibrasi akan terlihat dengan sendirinya. Yang menyebut murah, ternyata rasanya bagaimana. Yang menyebut enak, enaknya seberapa. Yang rame pelanggan, seberapa cocok dengan lidah kambing hitam saya. Dari hasil kalibrasi tersebut, muncul satu dua rasa yang saya jadikan referensi dasar.
“Curi” resep
Ini kondisi dengkul diputar 5° gaes. Naik cukup signifikan dari sebelumnya, tapi masih tergolong biasa2 saja. Yaaa kayak maling lah, sebenarnya dia tidak melakukan dengan cara yang canggih, melainkan korbannya aja yang lengah 🙃
Meskipun terkesan mudah dilakukan, cara ini ternyata cukup menyulitkan. Pada penjual minuman yang open bar pun, yang kita lihat tidak selalu menunjukkan kebenarannya bagaimana. Yang kita tanyakan secara langsung, belum tentu jawabannya juga merupakan kebenaran.
Dalam kasus minuman cokelat, yang bisa dipastikan kebenarannya adalah bahan baku susunya. Karena biasanya bahan baku susu sengaja ditampilkan *tolong jaga pikiran hamba 😭. Tapi, susu bukanlah bahan baku utama minuman cokelat. Sedangkan bahan baku cokelatnya sendiri biasanya kayak siluman Khong Guan, yang aslinya berwujud rengginang 🤣
Ya gpp, gak ada salahnya mencuri dengan cara tradisional begini. Meskipun dalam kasus Gendis, sayangnya tidak ada hasil curian yang bisa dimanfaatkan.
YouTube
Tambah 1° gaes. Sekarang posisi dengkul ada pada kemiringan 6° 🙃
Di YouTube (YT) kan banyak sekali maling yak. Maksud saya, ada banyak sekali resep2 minuman alternatif yang sengaja dikreasikan untuk menjadi minuman yang se-olah2 sama dengan aslinya. Misalnya coba pakai kata kunci “resep es cokelat starbucks”, pasti banyak sekali yang membagikan resep alternatif tersebut. Nah, hasil curian dari mereka lah yang mau saya contek 🤣
Tapi, dari cukup banyak video yang saya lihat, justru yang saya dapatkan bukan resep, melainkan ilmu branding. Iya, karena pada dasarnya mereka2 itu bukan sekadar berbagi resep, tapi “jualan”. Resep yang ditunjukkan umumnya biasa saja. Sering kali bahan bakunya juga mudah kita dapatkan di mini market. Atau kalau tidak, bahan bakunya adalah produknya sendiri 🫠
Btw, saya gak akan bagikan ilmu branding yang saya maksud di atas yak. Karena pada kasus yang saya temukan cukup banyak di YT, justru tidak memperlihatkan upaya branding yang sehat. Masa iya saya bagi2 ilmu branding yang sedang sakit, kan kesian dia 😭
Astagaaaa 🙄
Nah, yang layak saya bagikan adalah pencarian resep saya di YT membuktikan bahwa upaya yang kita lakukan tidak selalu diganjar dengan sesuatu yang linier. Yang dicari adalah resep minuman cokelat, eh dapatnya ilmu branding yang sedang sakit. Asik kan. Tinggal selanjutnya saya bawa ke dokter untuk menerima penanganan yang tepat.
Diulangi lagi 😭
Memanfaatkan momentum
Saatnya dengkul diputar 11° 🙃
Masih ingat kapan saya mulai eksperimen Gendis kan yak? Ya, sebulan sebelum bulan puasa tahun lalu. Momentum bulan puasa ini cukup banyak membantu saya mengerucutkan referensi resep hasil dari kalibrasi lidah di awal. Lidah sudah cukup banyak mencoba minuman cokelat. Mulai dari rentang harga sekian sampai variasi rasanya apa saja. Dari variabel2 itu lah akan saya coba cari titik optimalnya.
Begini... Pada bulan puasa, salah satu usaha paling sibuk adalah usaha kue lebaran. Maka permintaan atas bahan baku untuk membuat kue juga akan melonjak. Karena saya butuh bahan baku untuk minuman cokelat, maka saya tinggal cari tahu bubuk cokelat mana yang tidak ada stoknya 🤣
Cuma modal gitu doang 😓
Tapi, fakta kekurangan stok tersebut juga harus disertai dengan penggalian informasi lebih lanjut. Misalnya, apakah tidak ada stok artinya kehabisan? Atau jangan2 karena emang gak pernah jual, tapi ngomongnya habis? Lalu, apakah sering terjadi tidak ada stok di musim tertentu? Yang artinya benar2 karena melonjaknya permintaan, bukan karena proses distribusi yang melambat. Puncaknya, pastikan alasan kebanyakan pembeli memilih bubuk cokelat tersebut dan digunakan untuk apa. Toko yang baik, pasti memiliki statistiknya 😁
Melalui upaya tersebut, sekaligus juga saya mendapatkan gambaran selera pasar secara umum. Jika secara umum orang suka cokelat A, jangan sampai saya menyediakan minuman dengan bahan cokelat Z. Sehingga langkah saya juga lebih tepat, untuk tidak jauh2 mencari bubuk cokelat yang jelas2 tidak disediakan toko atau tidak begitu laku.
Lalu, apakah bahan baku cokelat yang dihasilkan melalui pengumpulan info dari toko bahan baku kue tersebut sudah membawa resep minuman cokelat ke titik optimalitas yang Gendis harapkan? Jelas tidak 🤣
Karena yang terpenting dari resep bukanlah daftar bahan bakunya, melainkan komposisi dan takaran dari seluruh bahan baku. ☕️