11 Februari 2023

Jalan sosial

Bersosial kok tidak toleran

Awalnya saya mau eksplor konsep jalan sosial ini gaes, gak tau kenapa tadi kok tiba2 muncul di kepala istilah tersebut. Dan kira2 apa perbedaannya dengan konsep media sosial yang sudah ada selama ini. Tapi kayaknya topik gituan mungkin bisa jadi satu buku sendiri, jadi lupakan dulu lah ya. Khawatir jadi penulis buku beneran nanti saya, yang bukunya gak laku. 🫠

Nah, akhirnya jalan sosial ini saya persempit saja maksudnya menjadi bersosial di jalanan.

Jalan umum

Sesuai namanya yak, jalan umum merupakan fasilitas umum. Namanya fasilitas umum, ya semua orang mestinya dapat memanfaatkannya. Bukan hanya si anu saja yang berhak, tapi semuanya tanpa terkecuali. Pemanfaatannya juga bisa ber-macam2, bisa dengan jalan kaki, bersepeda, bermotor, atau bahkan menutupnya untuk suatu hal yang insidentil.

Karena semuanya dapat memanfaatkan fasilitas tersebut, maka potensinya juga ber-macam2. Ada yang potensinya baik, tak jarang juga yang berpotensi buruk. Jika berlaku baik, pasti yang mendapatkan manfaat adalah orang lain juga. Tapi jika berlaku buruk, selain berdampak ke diri sendiri, orang lain juga mendapatkan kemungkinan keburukannya.

Tempat pertemuan paling ramai

Coba lihat, dari semua tempat pertemuan yang ada, jalan umum adalah tempat pertemuan yang paling ramai. Volume-nya juga bisa konsisten pada waktu2 tertentu, hampir setiap hari macet. Luar biasa bukan? 😶‍🌫️

Dengan potensi yang ber-macam2, kemacetan yang konsisten setiap harinya, silang sengkarut ego dari masing2 pengguna jalan. Maka tidak tepat jika kita tidak membawa bekal toleransi se-luas2-nya saat menggunakan jalan umum.

Saat kita bertemu dengan seorang yang baru kita kenal saja, sebaiknya kita jaga tata krama kita, agar tidak menyakiti hati orang tersebut. Apalagi di jalan umum yang mayoritas kita tidak mengenalnya. Kalau boleh dibandingkan, saya rasa kebaikan kita terhadap orang yang tidak kita kenal sebaiknya melebihi saat dengan orang yang kita kenal. Dengan orang yang kita kenal, kita bisa saling “jancuk” tanpa menyakiti hatinya gaes. Tapi tidak mungkin kita lakukan hal itu terhadap orang yang tidak kita kenal. Tul gak?

Tempat bersosial yang nyata

Maka, se-hebat2-nya kita di Whatsapp, se-populer2-nya kita di Instagram, se-bijaksana2-nya di kantor, semuanya akan terbuka jelas siapa kita saat berada di jalan umum.

Sangat banyak kasus, si anu dengan sirine berkendara dengan lenggak-lenggok seakan dia pemilik jalan. Si anu berseragam, berkendara dengan tangan kiri njepit rokok seakan gak ada kesempatan lagi untuk merokok setelahnya. Si anu berdasi, dengan mobil mewahnya berklakson ria kayak baru punya mainan baru. Si anu dengan “jaket kulit” mengendarai motor dengan knalpot yang keras suaranya melebihi teriakan goku saat jadi super saiya. Segerombolan anu dengan pengawalan menghalalkan lampu merah untuk diterobos seakan yang mereka lihat adalah !false.

Padahal, di sisi lain orang2 menerapkan toleransi luar biasa. Saat ada yang lenggak lenggok, mereka minggir pelan atau berhenti memberi jalan. Saat ada yang merokok, mereka ambil jarak agar baranya tidak mengenai mereka. Saat ada yang berklakson ria, mereka memberi kesempatan untuk si anu mendahului. Saat ada teriakan knalpot super saiya, mereka mengabaikan bahkan menutup telinga. Saat ada yang menerobos lampu merah, mereka yang berkesempatan jalan justru mengalah.

Saya pribadi sangat salut dan berterima kasih kepada mereka yang mampu besar hati, karena tidak sepatah-kata keburukan keluar dari mulut mereka. Yang sangat berbeda dengan saya, yang otomatis “ASU!!”, “JANCOK!!!”, “TAEK!!!”. Prestasi terbaik saya mungkin hanya mengubah mode mulut saya ke silent mode. Di dalam dada ya masih dongs, tetap ada “ASU!!”, “JANCOK!!!”, “TAEK!!!”. 🤬

Tak akan berhenti berharap

Dua kutub sifat manusia seperti di atas tidak akan melebur menjadi satu kutub gaes. Kalau hanya ada kebaikan saja, atau hanya ada keburukan saja, usianya gak akan lama. Atau kalaupun bener2 kejadian, ya berarti tanda2 kiamat, gitu aja.

Jika ada yang merasa atau bilang kehidupan ini sedang baik2 saja, maka tidak mungkin dia berasal dari pihak yang saya berterima kasih kepadanya, seperti yang saya ungkapkan di atas. Dan jika yang merasa atau bilang kehidupan ini sedang baik2 saja berposisi menjadi pihak yang sedang menerima dampak buruk dari kelakuan para anu, bisa jadi mereka tidak menyadari yang dia terima adalah keburukan, sebab mungkin mereka sejenis.

Lalu, kira2 saya makhluk jenis apa gaes?

Ya gitu, ngomongin orang lain mulu… 😤

Sabar napa… 🙃

Saya jelas bukan makhluk baik gaes, sebagaimana saya ungkapkan di atas. Masih ada “JANCOK”, masih ada emosi yang me-luap2, dsb. Tapi saya punya kuda2 yang pasti tidak berada pada kesadaran untuk melakukan hal2 yang dilakukan para anu.

Uhuk, gimana gaes? Udah kayak para anu belum pembelaannya? 😶‍🌫️

Tenang aja ya gaes. Yang jelas, yang hidup di alam semesta ini bukan hanya kita. Banyak aktor yang sedang menjalankan perannya dalam berbagai hal. Dari yang kita sadari dan pahami, hingga di luar jangkauan kita. Yang paling penting, ada subyek maha agung yang kita yakini kasih sayangnya.